Minggu, 28 Februari 2010

Proposal Industri Creatif Craftmanship

Sinopsis
Pelatihan craftmanship

Pendahuluan
Krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi politik tidak menjadikan UKM gulung tikar dan bahkan UKM tetap mampu bertahan dan eksis. Kebalikannya adalah ekonomi konglomerasi yang dulu sendi ekonomi nasional yang dibanggakan ternyata justru sangat rapuh menghadapi krisis. Kini tampaknya pemerintah mempunyai keberpihakan terhadap UKM dengan adanya kementerian UKM.
Adalah Jogja sebagai contoh menarik untuk melihat perkembangan UKM sebagai sendi ekonomi daerah yang ternyata memberikan sumbangan yang besar terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah). Jogja miskin SDA dibanding daerah lain, tetapi kaya dengan orang-orang kreatif (SDM). Ada pengamat yang menyamakan kreatifitas warga Jogja dengan warga Beijing-Cina, yang dikenal sebagai warga terkreatif di dunia.
Kreatifitas craftmanship sebetulnya ada di hampir setiap daerah di Indonesia. Mereka mempunyai basic keterampilan yang sama, misalnya teknik anyaman, tenun, tatah, potong, ukir, bubut, sungging (lukis). Hanya saja di Jogja kemudian disentuh dengan aneka desain dan eksplorasi bahan pendukung lainnya. Sentuhan desain ini dimungkinkan karena predikat Jogja sebagai kota seni budaya -- juga banyak sekolah seni di tingkat SLTA sampai perguruan tinggi. Hal mana sebetulnya bisa dikondisikan di daerah lain.
Mekanisme pasar kemudian berjalan dengan sendirinya. Dimana para pelaku bisnis craft seperti produsen, desainer, trading company-craft, eksportir, craft agency, art shop, pasar kerajinan, exhibition organizer, cargo, depo, raw material dan bahan pendukung, toko mesin produksi-mekanika saling bersinergi. Di samping itu ada juga peran pemerintah dan BUMN, swasta dan juga LSM sehingga menjadi saling sinergi dan kondusif bagi eksisnya sentra craft.
Sebagai contoh menarik, saat ini setiap wisatawan yang datang ke Jogja pasti kenal dengan dareah Kasongan sebagai sentra industri kerajinan grabah. Dulu di era 80-an daerah ini tidak ada yang mengenalnya. Daerah tersebut hanyalah sebuah desa kecil di pinggiran Jogja yang masyarakatnya pembuat alat rumah tangga seperti angklo, pot, kwali, celengan dll dari material gerabah secara konvensional. Tetapi dengan sentuhan seorang seniman (Sapto Hudoyo, pelukis) benda-benda tersebut didesain ulang, sehingga Kasongan menjadi seperti sekarang ini sebagai sentra ekspor gerabah yang terkenal di seluruh dunia, tidak hanya Indonesia saja.
Kesempatan seperti ini bisa diraih dan diolah semua daerah manapun di Indonesia, apalagi daerah di luar Jogja atau di luar pulau Jawa yang sangat kaya akan bahan baku kerajinan. Pengalaman Jogja akan dijadikan prototype pelatihan kewirausahaan UKM.
Filosofis
Keuntungan menghidupkan sektor industri craft ini paling tidak adalah :
1. Memaksimalkan material yang sangat melimpah di bumi Indonesia. Misalnya Limbah kayu yang banyak terdapat di Kalimantan atau tempurung kelapa yang banyak terdapat di Sulawesi akan mempunyai nilai ekonomis yang berlipat di tangan craftmanship yang bisa menjadikannya barang seni yang bernilai tinggi.
2. Rekruitmen tenaga kerja, karena sifat industri rakyat ini padat karya maka akan menciptakan peluang dan lowongan pekerjaan dan otomatis membantu mengatasi masalah ledakan pengangguran yang setiap tahun selalu meningkat.
3. Modal kecil. Modal industri craft ini relative kecil, modal utamanya adlah skill, sedangkan pengadaan alat bisa dikonstruksi dengan teknologi tepat guna.
4. Menciptakan entrepreneur yang handal, karena bisnis ini akan bersentuhan dengan pasar global.
5. Tebuka dan terciptanya pasar ekspor, bisnis craft ini memungkinkan dilirik para investor-eksportir, karena barang tersebut akan menjadi trend interior dunia untuk back to nature. Disamping itu menjadi eksportir craft cukup sederhana, di Jogja banyak para eksportir craft-furniture hanya lulusan SD.
6. Terciptanya interrelasi bisnis, karena bisnis craft ini pasti berciri tersendiri. Seorang produsen kayu pasti memerlukan bahan finishing yang secara otomatis akan juga menghidupkan toko cat, demikian seterusnya.
7. Interaksi intensif dengan perkembangan desain dunia. secara otomatis kalau sudah masuk pasar dunia, seorang pengrajin akan kenal dengan desain yang up to date dari buyers atau via internet, sehingga bisnis craft akan terus berjalan dan berkembang.

Misi
Misi pelatihan ini adalah menciptakan wirausahawan melalui pelatihan craftmanship. Jadi dalam pelatihan ini peserta tidak hanya dilatih dengan keterampilan dan pengetahuan teknis semata tetapi menjadi wirausahawan. Karena di tangan mereka rekruitmen tenaga kerja menjadi mungkin.

Tujuan
Pelatihan craftmanship ini dengan pendekatan integralistik. Pelatihan yang hanya melatih satu unsur saja misalnya teknik craft saja, tetap saja akan membuat craftmanship susah berkembang, sekalipun dia telah menguasasi teknik craft secara baik. Faktor-faktor penyebab kegagalan itu antara lain adalah kesendirian, kegagalan pasar, kegagalan manajemen produksi dan lain-lain.
Pendekatan integralistik meliputi :
1. Perubahan mentalitas. Menurut para sosiolog orientasi hidup orang Indonesia adalah menjadi amtenar – pegawai negeri, bukan menjadi entrepreneur. Karena itu untuk masuk sistem entrepreneurship perlu adanya perubahan mentalitas. Menurut David McCleland perubahan mental itu bisa ditularkan yaitu dengan “virus” N.Ach yaitu “virus” mental berprestasi yang diaplikasikan dengan training AMT (Achievement Motivation Training).
2. Keterampilan teknis. Keterampilan teknis tidak hanya melatih keterampilan semata-mata tetapi juga perlu diperhitungkan berbagai faktor dan what next-nya. Untuk itu hal lain yang perlu juga disentuh dan diperhatikan adalah :
 Kondisi lingkungan
 Sentra kerajinan
 Aneka teknik keterampilan
 Teknologi tepat guna
Aneka keterampilan craft yang umum ditrainingkan, yaitu :
 Desain
 Pengolahan kayu : potong, bubut, tatah, ukir, in-lay, oven
 Pengolahan bambu : craft-furniture, treatment bahan baku
 Pengolahan rotan : craft-furniture, treatment bahan baku
 Pengolahan batu : potong, bubut, tatah, ukir, cetak dan kombinasi ukir-cetak
 Pengolahan terracota : cetak, pembakaran.
 Pengolahan logam : cor, tatah, etsa, krom.
 Pengolahan batik : tenun, fashion.
 Pengolahan garmen : tenun, fashion.
 Pengolahan bahan daur ulang : aneka craft
 Pengolahan bahan alami aneka dedaunan, akar, pelepah, ranting dll
 Pengolahan bahan kimiawi : resin, parafin, sandi dengan teknik cetak dan sablon
3. Management. Untuk menjadikan seorang pengrajin menjadi seorang wirausahawan perlu dilakukan pelatihan manajemen atau BMT (Bussiness Management Training) yang menggunakan dua pendekatan, yaitu :
a. Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity and Threat)
b. Cluster, yaitu dengan menciptakan iklim kerja sama berbagai pihak antara lain : pemerintah, BUMN, perbankan, swasta dan asosiasi yang terkait dengan masalah pembinaan, promosi dan permodalan.
4. Pasar. Ketika sudah dianggap trampil langkah berikutnya adalah perlunya diciptakan mekanisme distribusi melalui pasar yang terbagi dalam kategori :
a. Pasar lokal : Produk craft yang dibuat untuk orientasi wisata (souvenir) dan rumah tangga dengan local design. Perlu dilakukan event exhibition di daerah, pasar craft, atau art shop di pusat-pusat wisata daerah.
b. Ekspor : Produk yang diorientasikan ke pasar internasional maka perlu mengikuti exhibition craft-furniture tingkat internasional. Di Jakarta minimal ada dua even bergengsi yaitu PPE dan Furnicraft yang banyak dikunjungi buyers. Disamping itu juga perlu untuk masuk ke e-commerce.
c. Institusional : Yaitu dengan membuat institusi trading house sebagai tempat para craftmanship untuk mengembangkan pasar.
Organisasi
Pengengelola pelatihan adalah : Lembaga Cahaya Nusantara (Yantra)
Bertndak selaku :
a. Trainer
b. Konsultan

Materi Pelatihan :
1. Business Motivation
2. Enterpreneurship
3. Business Management
4. Keterampilan Teknis
5. Outbond Activity
6. SWOT
7. Pembuatan Proposal dan Channeling
8. e-commerce

Penutup
Sinopsis ini terbuka untuk didiskusikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar